Orientasi Reformasi, Kini

Dua  hari lalu tepat tgl 23 Mei 2018, Indonesia memperingati usia reformasi yang ke-20. Tidak banyak—bahkan hampir semua orang tidak mengetahui soal hari ini. Cenderung sunyi senyap dan tanpa peringatan. Sebenarnya apa makna reformasi bagi negeri ini? bagi kami semua, putra dan putri bangsa.

20 tahun sudah usia reformasi, beberapa massa memperingatinya bersama. Namun, tak sedikit pula yang lupa, mungkin tersibukkan, pikirkan pilihan pilkada. Atau bahkan sudah tidak relevan dengan zaman dan era? Apakah perlu Pemerintah mengadakan sebuah upacara? guna evaluasi, diskusi dan bicara, terkait apakah ide dan semangat reformasi masih ada di dalam dada.

Reformasi yang diinisiasi gerakan mahasiswa, menuntut perubahan pemangku kuasa, masihkah mereka ingat akan janji setia pada ide utama? Bisakah mereka lupa akan semua derita yang tlah memasung lama? Apakah semangat idealisme penyuara reformasi sudah tua? Hingga tak lagi ingat apa sesungguhnya cita-cita yang menggema.

Kini suara reformasi terbeli, menjadi histori yang tak lagi cukup berarti. Cerita luka dan penjara tidak lagi dimengerti, apalagi dipahami sebagai sebuah fakta dari perjalanan panjang bangsa ini. Peluang mengisi reformasi dengan menata kembali kesatuan dan persatuan Bangsa melalui bingkai NKRI, menguatkan nasionalisme dan membuka peluang relasi antar negeri, menjadi negara dan bangsa dengan kedaulatan sejati. Diperlukan kesatuan tekad dan penguatan kembali, ide dan pikiran yang murni, tanpa tendensi “A” hingga “I” yang berbasa-basi.

Reformasi pun perlu dikritisi, arah dan orientasinya perlu diteliti. Apa yang sebenarnya menjadi tujuan negeri, tentu kesejahteraan rakyat tanpa terkecuali dan keadilan sosial dengan keseimbangan distribusi.

Entah apakah masih ada yang peduli, dengan visi misi dan ide yang dulu disepakati. Mari kita jawab sendiri-sendiri.

 

#Kolong Kata membuka diskusi yang lebar untuk memahami makna reformasi. Generasi muda, tahukah kalian apa itu reformasi? bagaimana sejarahnya? nantikan postingan berikutnya ya. Jangan lupa komentarnya. Terima kasih

 

Turquoise Shapes Student Presentation (1)

8 thoughts on “Orientasi Reformasi, Kini

  1. fathurrhmn says:

    Assalamualaikum, tanpa mengurangi Baik / buruknya tulisan ini, saya yg ingusan ini mempunyai pandangan beda dan agaknya bersebrangan dengan tulisan ini mengenai respon ttg reformasi. *angkat topi untuk penulis 🙏

    Liked by 1 person

    • kolongkatakita says:

      Waalaikumussalam, terima kasih telah berkunjung ke laman kami.
      Agaknya perbedaan itu memang terlahir dengan keindahannya dan jujur kami tertarik untuk mendengar atau membaca pandangan anda. Dengan seperti ini mungkin kita bisa memperluas pengetahuan tentang reformasi. Kami tunggu tanggapan/opini anda 🙂

      Liked by 1 person

      • fathurrhmn says:

        Menurut saya mengenai reformasi mungkin agak menjadi sanggahan dengan tulisan ini (orientasi reformasi kini). Namun saya yakin bahwa kita sama-sama sadar bahwa kita sedang berdiskusi. 🙏
         Dalam keadaan sekarang saya menangkap, bahwa kenapa kini reformasi telah menjadi hal yang kurang segar lagi di kalangan masyarakat, terutama di pemuda-pemudi nya, hal tersebut sangat lah wajar, sebab mungkin orang-orang (banyak) yang benar-benar tau dan mengerti apa itu reformasi, reformasi telah gagal. Dan mengapa kok ngak ada bahasan atau pembenahan mengenai reformasi, karena yang benar-benar tahu mengenai reformasi telah faham mengani yang benar, bahwa reformasi adalah sebuah permainan, rencana, rancangan panjang penguasa, ada banyak bukti mengenai ini. Reformasi hanyalah nama namun di balik itu masih asa kemunafikan di dalamnya, yang bisa di buat bukti konkret mengenai sanggahan ini adalah banyak yang mengetahui bahwa reformasi adalah mengulang kembali apa yang ada sebelum nya, yaitu mengembalikan kondisi negara saat tahun 98 (orba) kembali ke tatanan sebelumnya. Dari situ bisa di kritisi, bahwa sangat kelihatan sekali bahwa kata/gerakan reformasi hanyalah kamufkase penguasa untuk memperbaiki keadaan yang telah kacau, supaya penguasa bisa kembali lagi menjalankan kekuasaanya (tirani), kenapa tidak revolusi?  Kenapa kembali ke yang sudah tidak jelas membuat negara baik atau tidak?, banyak lah mengenai sanggahan yang kritis mengenai reformasi tsb, sehingga apa, sekarang masa nya yang mulai tak segar kembali menganai reformasi dibalik banyak orang-orang yang benar-benar berjuang untuk kebaikan negara yang menjunjung tinggi keadilan rakyat dan lainya yang sungguh-sungguh memjalankan pancasila sebagai jiwa negara dan bangsa, bukan hanya mendebatkan saja namun lupa mengamalkan dalam bernegara dan bermasyarakat. Bukan yang berteriak reformasi dan membawa nama, golongan bahkan tuhan dibawa-bawa, namun di balik lantangnya tanpa di sadari ia telah hanyut dalam lingkaran tirani, yaitu “membenci, memaki dan menghilankan tonggak orba (pak Hartono), namun biji-biji ajaranya yang tirani dibiarkan menenggelamkan hidupnya, turut larut memperkaya diri sendiri disamping menyengsarakan rakyat dan lainya. Itulah mengapa kini reformasi telah menjadi hal yang tidak perlu di gembor-gemborkan lagi. Terimaksih-

        Liked by 1 person

    • kolongkatakita says:

      Sangat menarik melihat perspektif baru yang Anda kemukakan, tentu ini merupakan sebuah khazanah yang baru bagi kami yang masih biru mengenai reformasi tapi sudah lancang beraspirasi.

      Kami sedikit terusik bahwa menurut pandangan Saudara, ‘reformasi adalah kamuflase dari penguasa untuk memperbaiki keadaan yang telah kacau, supaya penguasa bisa kembali lagi menjalankan kekuasaanya’. Di sini perlu dipertegas, siapakah penguasa yang dimaksud dalam kalimat sebelum ini, apakah presiden waktu itu? ataukah salah satu lembaga negara? atau siapa? karena tentu membawa konsekwensi jawaban yang berbeda-beda. Ambillah contoh, jika yang dimaksud adalah presiden waktu itu, maka kalimat ‘reformasi adalah kamuflase dari penguasa untuk memperbaiki keadaan yang telah kacau, supaya penguasa bisa kembali lagi menjalankan kekuasaanya’, menjadi tidak relevan. Mengapa? sebab presiden waktu itu malah diganti pasca suksesnya reformasi.

      Mengenai masa yang tak lagi segar, bukankah kebaikan dan interupsi harus senantiasa digalakkan ketika pemimpin kita melakukan kesalahan? kita coba analogikan ketika kita lapar, walau nanti akan lapar lagi, bukankah kita harus tetap makan untuk bisa terus melangsungkan kehidupan? sama halnya ketika mobil kita kotor, walau nanti akan kembali kotor, bukankah kita musti tetap mencucinya supaya tidak semakin kotor dan malah merusak body mobil?

      Memperjuangkan kebaikan, bagi kami adalah long last dan wajib hukumnya. Apalagi jika suasana bernegara sudah seburuk yang Anda utarakan, ‘lingkaran tirani’. Memang, dan tak bisa dipungkiri, bahwa kita telah ‘dididik’ oleh orde yang memiliki masa kuasa amat lama, dengan berbagai ‘ajaran’ yang kita telah sama-sama tau. Tapi menurut kami, hal tersebut bukanlah alasan untuk tidak menggelorakan reformasi zaman now, justru ini merupakan lecutan supaya kita aware terhadap proses bernegara, supaya fungsi rakyat sebagai agen ‘yudikasi’ sekaligus pangkal dalam rantai demokrasi bisa dijalankan secara paripurna.

      Like

  2. fathurrhmn says:

    Pertama, saya juga baru dan banyak tidak begitu faham betul mengenai refirmasi, tapi se tidaknya saya menangkap dan mendapati beberapa sumber atau obrolan bahkan bukti di keseharian sekitar saya. Bahwa apa, sebenarnya kita, saya atau siapa contohnya, tidak hadir secara objektif mengenai reformasi tsb. Jadi, apa yang selama ini tangkap mungkin agaknya terlalu jauh mengenai reformasi/kurang tepat. Maka, saya bisa memutuskan pada diri saya pribadi, berusaha mengenali secara ontentik/subyektif mengenai hal-hal semacam polemik, yang misalnya di tulisan ini ialah reformasi, jadi saya setidaknya bisa dan agak jauh dari opini/bias dari problema suatu polemik/kejadian.
    Mengenai penguasa, menurut saya itu bukan presiden dan maaf tidak bisa saya ungkapkan disini, itulah mengapa dari awal atas komentar saya itu tadi, ontentik mengenai cara diskusi.
    Ketiga, mengenai kabar tentang reformasi yang kurang segar lagi, itu juga sama dengan hal yang saya tulis di atas mengenai ontentik/objektif pada hal yang tidak jauh dari bahasan kita mengenai suatu hal. Mungkin kita, terutama saya pribadi yang kurang menangkap dan kurang serawung pada apa yang ada di kenyataan, sekali lagi mungkin kita/saya pribadi salah tangkap mengenai suatu angapan, sebabnya juga banyak, pertama kita nya yang kurang langsung terjun ke sumber yang bersangkutan(diskusi tentang kebangsaan dan bernegara) atau tekecoh media sehingga menjadi bias informasi kita mengenai suatu hal.
    Terahir, mengenai memperjuangkan kebaikan, tanggapan/komentar anda itu adalah kalimat dan apa, banyak yang tanpa kata telah secara langsung mengamalkan tentang kebaikan bernegara. Mengenai ini saya pribadi menjumpai langsung, banyak orang2 sperti itu.
    Terimaksih telah berdiskusi, saya sungguh mengapreisasi tulisan anda, mari sama-sama untuk kebaikan. Sekali lagi, terimakasih 🙏

    Liked by 1 person

    • kolongkatakita says:

      Sebelumnya, izinkan saya untuk mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan Anda memberikan (lagi) secercah ilmu dan pandangan mengenai reformasi, sekaligus izinkan saya untuk (masih) menanggapi beberapa pandangan Saudara sebelumnya.

      Pertama, ketidakhadiran kita secara langsung pada momen reformasi memang sebuah ketetapan, dan tak bisa diganggu gugat. Namun demikian, bukan berarti kita hidup tanpa sejarah. Banyak literatur dan saksi hidup yang tentu paham betul bagaimana proses reformasi itu berlangsung dan lestari hingga kini. Terlepas dari obyektifitas setiap pandangan dan kesaksian mereka, tak ada alasan bagi kita untuk melupakan salah satu momen penting dalam proses hidup bangsa kita. Seperti halnya Islam yang turun sekitar 14 abad lampau, kita memang tidak hadir secara objektif di sana. Tapi, apakah itu menghalangi esensi dan kebenaran islam itu sendiri? Tentu tidak, banyak sumber otoritatif yang bisa kita jadikan rujukan supaya beragama dengan benar. Ada sanad yang terjamin secara turun temurun sampai islam yang hakiki kita peluk saat ini. Begitupun reformasi, hendaknya kita cermat dalam meneliti dan mengobservasi, kepada siapa dan kemanakah mustinya kita merujuk, terlalu naif jika kita memaksakan diri untuk terjun sendiri mengais-ngais sejarah yang notabene berserakan. Alih-alih mendekati obyektifitas dan menjauhi bias, yang ada hanya akan memperluas cakrawala subyektifitas yang selama ini menjadi polemik bagi diri kita sendiri.

      Mengenai ‘ontentik/objektif pada hal yang tidak jauh dari bahasan kita mengenai suatu hal’ seperti yang Anda utarakan pada komentar sebelumnya, kami sepakat bahwa setidaknya hal itu disebabkan oleh satu faktor penting, yaitu adanya bias informasi. Tentu hal ini musti menjadi perhatian kita bersama sebagai agen kebhinnekaan. Di zaman globalilasi yang mana arus informasi tak lagi mudah untuk dibendung, kita sebagai insan cendekia diwajibkan untuk turut serta mengawal kebebasan berpendapat, lebih jauh tentu diharapkan menjadi supplier kebaikan yang meminimalisir bias informasi, hoax, ujaran kebencian, dan lain semacamnya. Salah satu cara yang paling arif dalam melakukan filtrasi informasi adalah dengan melakukan kroscek, termasuk di dalamnya adalah proses tabayyun. Kita dituntut untuk bisa lebih peka secara sosial maupun spiritual, sehingga segala apa yang kita cerna dan kemudian kita implikasikan terhadap kehidupan bisa bernilai dan dapat dipertanggung jawabkan, baik secara horizontal kepada masyarakat, maupun secara vertikal kepada Tuhan Yang Maha Esa.

      Terakhir, mengenai memperjuangkan kebaikan, Anda mengungkapkan bahwa, “saya pribadi menjumpai langsung, banyak orang2 sperti itu”. Maka, bagi kami, itulah manifestasi dari reformasi yang sedang dilakukan oleh orang-orang terdekat Anda, mari kita dukung mereka 🙂

      Sekali lagi, izinkan kami berterima kasih dan menyampaikan salam takdzim kami, karena Anda telah sudi berbagi nalar dan berdiskusi, bagi kami, ini sungguh apresiasi luar biasa, dan saya yakin, ini adalah bentuk apresiasi Anda terhadap Tuhan atas segala nikmat akal yang telah Ia berikan kepada kita semua. Jadi, mari singsingkan lengan, bergandeng tangan, untuk sama-sama mewarnai hidup lewat pena-pena kasih dan dharma.

      Semoga Rahmat Tuhan untuk Anda, dan kita semua makhlukNya.

      Like

Leave a comment